Kapolri Ingatkan Kemungkinan Terburuk Kerusuhan Bawaslu Terulang 2024

22, Jun 2023 • Umum
thumbnail

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengingatkan jajarannya untuk mengantisipasi potensi kericuhan yang mungkin bakal terjadi menjelang Pemilu 2024.
Hal tersebut diumumkan Listyo dalam sambutannya saat Upacara Wisuda Program Pendidikan Ilmu Kepolisian di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian, Rabu (21/6).

Listyo mencontohkan aksi kericuhan yang sempat terjadi di depan Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pasca pengumuman hasil Pemilu 2019.
"Ini pengalaman di tahun 2019 pada saat tingkat kepercayaan publik terhadap Polri tinggi, kita masih dihadapkan dengan kerusuhan-kerusuhan pasca penghitungan, baik di Bawaslu, depan DPR/MPR," jelasnya.
Menurut Listyo, peristiwa serupa bukan tidak mungkin akan dapat terulang kembali di tahun depan apabila tidak diantisipasi dengan baik.

"Jadi terburuk kita akan mengalami hal yang sama, terburuk ya," ujarnya.

Oleh sebab itu, Listyo menekankan agar seluruh anggota Korps Bhayangkara dapat berfungsi sebagai cooling system di masyarakat yang mulai memanas jelang pesta demokrasi tersebut.

Misalnya, kata Listyo, dengan selalu mengimbau kepada calon pemimpin Indonesia agar tidak mengorbankan rakyat demi memperoleh suara.

"Oleh karena itu, setiap saat kita bertemu dengan para calon-calon pemimpin nasional selalu kita ingatkan, jangan korbankan rakyat," tuturnya.

Jadi rekan-rekan harus berani menyampaikan hal yang sama kepada temen-temen rekan-rekan yang mungkin nanti ikut dalam kontestasi. Perbedaan boleh ada, namun persatuan kesatuan tetap harus di jaga," imbuhnya.

Kerusuhan yang terjadi pada 21-22 Mei 2019 merupakan bentrok antara massa dengan aparat yang sangat mencekam di sejumlah titik sekitar Sarinah, Tanah Abang, dan Sabang.

Kekacauan di jantung ibu kota itu merupakan implikasi dari kalangan yang kecewa terhadap hasil Pemilu 2019. Lebih dari 400 orang ditangkap.

Rangkaian aksi ini bermula dari unjuk rasa para pendukung pasangan calon presiden Prabowo Subianto dan calon wakil presiden Sandiaga Uno di depan kantor Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu), Sarinah, Jakarta Pusat. Pasangan tersebut kalah dari Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

Kepolisian sendiri memberlakukan status siaga satu mulai dari 21 hingga 25 Mei 2019 untuk pengamanan usai penyampaian hasil final rekapitulasi nasional Pemilu 2019, mengingat pendukung Prabowo-Sandi dan Jokowi-Ma'ruf terlibat dalam perseteruan yang kental hingga ke akar rumput.

Kerusuhan 21-22 Mei di Jakarta mencoreng penyelenggaraan pemilu yang sejak reformasi tidak pernah berbuntut bentrokan. Baru Pemilu 2019 terjadi hingga ratusan orang ditangkap hanya dalam hitungan 2 hari.

Pemilu 2019 terdiri dari pemilihan legislatif dan pemilihan presiden yang digelar serentak. Meski demikian, publik lebih menyoroti pilpres yang mempertemukan pasangan Jokowi-Ma'ruf versus Prabowo-Sandi.

Rivalitas pendukung kedua paslon sangat kuat. Dari level elite hingga menular ke akar rumput. Media sosial selalu ramai oleh isu politik. Ujaran kebencian pun kerap dilontarkan kedua pendukung.
Tensi politik Pilpres 2019 pun sangat tinggi. Apalagi saat ditemukan sejumlah dugaan pelanggaran pemilu seperti pengerahan ASN untuk mendukung paslon tertentu, ketidaknetralan aparat, dan pengerahan kepala daerah serta aparatur pemerintah desa untuk ikut deklarasi dukungan kepada peserta Pilpres 2019.

Temuan dugaan kecurangan itu 'digoreng' sedemikian rupa dengan narasi politik guna meraih emosi publik.

Pemilu 2019 juga tercoreng lantaran mengakibatkan 894 petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) meninggal dunia dan 5.175 petugas mengalami sakit.

Pemilihan presiden, DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota serta DPD membuat petugas kelelahan. Keserentakkan Pemilu 2019 memang tidak sama seperti pemilu sebelumnya, yang mana pileg dihelat beberapa bulan terlebih dahulu.

Kategori