5 Pahlawan Nasional Dari TNI Angkatan Laut

16, Aug 2023 • TNI
thumbnail

JAKARTA, - TNI Angkatan Laut mempunyai kontribusi besar dalam mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia. Tak sedikit prajurit dan perwira TN AL yang mengorbankan nyawa mereka demi mempertahankan kedaulatan negara.

Dari para pejuang itu, ada lima prajurit TNI AL yang dijadikan pahlawan nasional. Mereka adalah Laksamana Anumerta Raden Eddy Martadinata, Laksamana Muda Yos Soedarso, Sersan Usman, Kopral Harun, hingga Laksamana Muda John Lie.

 

1. Laksamana Anumerta Raden Eddy Martadinata.

Martadinata merupakan pahlawan nasional Indonesia asal Bandung, Jawa Barat. Martadinata adalah seorang laksamana dan diplomat Angkatan Laut. Martadinata kemudian ditunjuk sebagai pimpinan BKR-Laut Banten.

Ia bertugas untuk membendung merembesnya tentara Serikat ke Jawa Barat lewat laut. Selanjutnya, BKR berganti nama menjadi Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI). Ketika terjadi kericuhan di dalam ALRI, karena adanya dua pimpinan, yaitu antara Markas Besar Umum (MBU) di Yogya dan MBU di Malang, Martadina mengajak untuk diadakan musyawarah.


Martadinta mengatakan, perjuangan adalah untuk membela kepentingan negara dan bangsa, sehingga jauhkan sifat ambisi pribadi. Pada 6 Oktober 1966, diadakan perjalanan menggunakan helikopter Alloutte II milik ALRI yang dikemudikan oleh Letnan Laut Charles Willy Kairupan.

Ternyata, dalam perjalanan, helikopter tersebut menabrak bukit di Riung Gunung. Kecelakaan ini menewaskan seluruh penumpang, salah satunya Martadiata. Jenazah Martadinata disemayamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

 

2. Laksamana Muda Yos Soedarso.

Laksamana Muda Yos Sudarso adalah perwira angkatan laut yang tewas dalam pertempuran Laut Arafura.  Saat kematiannya, Yos tengah menjabat sebagai Wakil Kepala Staf Angkatan Laut Indonesia.

Yos rela mengorbankan dirinya dalam Operasi Laut Aru untuk bisa menyelamatkan dua kapal Republik Indonesia yang lainnya. Operasi di Laut Aru ini merupakan misi untuk membebaskan Papua Barat dari Belanda setelah Presiden Soekarno menyerukan Tri Komando Rakyat (Trikora) pada 19 Desember 1961.

Dalam pertempuran ini, terdapat tiga kapal perang Republik Indonesia (KRI) yang terlibat, yaitu KRI Macan Tutul, KRI Macan Kumbang, dan KRI Harimau.  Yos Sudarso memimpin KRI Macan Tutul. Nahasnya, pergerakan Yos Sudarso dan tiga unit KRI yang beroperasi di Laut Aru ini tercium oleh Belanda. Ada tiga kapal perang berukuran lebih besar dengan persenjataan yang lebih lengkap di tempat lawan.

Di tengah upaya penyelamatan, tiba-tiba mesin KRI Macan tutul mati. Yos pun berpikir keras karena harus ada kapal republik yang selamat. KRI Macan Tutul yang dipimpinnya kemudian memasang badan untuk menjadi umpan, memberi peluang kepada dua KRI repulik lain untuk menyelamatkan diri.

KRI Macan Tutul pun tertembak oleh Belanda. Kapal ini meledak dan secara perlahan mulai tenggelam. Komodor Yos Sudarso yang mengorbankan nyawanya demi tugas kepentingan negara wafat pada usia yang masih muda, 36 tahun.

3. Sersan Usman

Sersan Dua KKO Anumerta Usman Janatin atau Usman Janatin adalah salah satu dari dua anggota Korps Komando Operasi (KKO) kini Marinir yang ditangkap di Singapura saat terjadi konfrontasi dengan Malaysia. Ia juga menjadi salah satu prajurit KKO yang bertugas dalam Operasi Dwikora.

Pada 8 Maret 1965, Usman dan rekannya, Harun Tohir, serta Gani bin Arup bertugas untuk melakukan sabotase di Singapura. Ia diperintahkan untuk menyusup ke Malaysia dan Singapura. Di sana, Usman bersama rekannya menjalankan misi untuk menciptakan kericuhan dengan meledakkan sejumlah gedung di Singapura.

Dengan perahu karet dan 12,5 kilogram bahan peledak, ketiganya diberi tahu untuk membom sebuah rumah tenaga listrik. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Pada 10 Maret 1965, Usman dan kedua rekannya meledakkan bangunan sipil, bangunan Hong Kong dan Shanghai Bank. Nama tempat itu sekarang dikenal sebagai MacDonald House.

Pengeboman ini menewaskan tiga orang dan melukai sedikitnya 33 warga. Setelah melakukan pengeboman, Usman bersama rekannya, Harun, mencoba kabur melalui jalur barat, sedangkan Gani memilih jalur lain.

Keduanya merampas sebuah perahu motor milik warga dan pergi meninggalkan Pelabuhan Singapura. Namun, di tengah pelarian itu, perahu motor yang mereka kendarai kehabisan bahan bakar. Mereka pun tertangkap oleh pasukan patrol Singapura pada 17 Oktober 1968.

Setelah tertangkap, Usman dan Harun pun dijatuhi hukuman mati atas tindakan pembunuhan yang mereka lakukan. Mereka dihukum gantung di Penjara Changi, Singapura. Jenazah Usman dan Harun kemudian dipulangkan ke Indonesia.

 

4. Kopral Harun

Kopral Dua KKO Anumerta Harun Thohir adalah anggota KKO yang ditangkap di Singapura bersama Sersan Harun. Harun lahir di Pulau Bawean, Jawa Timur, pada 14 April 1943. 

Ia merupakan anak dari pasangan Mandar dan Aswiyani serta memiliki dua saudara.  Berasal dari keluarga sederhana, Harun sudah menjadi anak buah kapal dagang Singapura sejak duduk di bangku sekolah pertama. 

Banyak menghabiskan waktu di pelabuhan membuatnya sangat hafal daratan serta jalur pelayaran Singapura.  Dengan pengalaman ini, menginjak dewasa Harun masuk ke Angkatan Laut Indonesia.  Berdasarkan SK Presiden RI No. 050/TK/Tahun 1968, pada 17 Oktober 1968, ia dikukuhkan menjadi Pahlawan Nasional.

 

5. Laksamana Muda John Lie

Indonesia memiliki perwira TNI keturunan Tionghoa yang dijuluki "Hantu Selat Malaka". Dia ahli dalam menyelundupkan senjata di laut untuk kepentingan perjuangan kemerdekaan. Namanya Jahja Daniel Dharma yang dikenal dengan nama John Lie.

Pada September 1947, Kepala Urusan Pertahanan di Luar Negeri membeli sejumlah kapal cepat. Pemerintah kemudian menyaring personalia yang layak untuk mengawaki satuan kapal cepat yang digunakan untuk memasok kebutuhan perlengkapan perjuangan Indonesia.

John Lie ditunjuk untuk memimpin kapal cepat bernama "The Outlaw" dan melakukan operasi rute Singapura-Labuan Bilik dan Port Swettenham. Saat itulah cerita legendaris suksesnya John Lie lolos dari kepungan Belanda untuk menyelundupkan senjata terjadi.

Pada 27 Agustus 1988, John Lie berpulang ke pangkuan Tuhan. Anak asuh, pengemis, anak jalanan dan gelandangan memenuhi kediamannya di Menteng, Jakarta Pusat. Seorang Tionghoa yang selama ini menyantuninya telah pergi untuk selama-lamanya. Pemerintah Indonesia, ketika masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, pada 9 November 2009 menganugerahkan Gelar Pahlawan Nasional dan Bintang Mahaputera Adipradana kepada mendiang John Lie.

 

 

Sumber Jaya 21 Militer Distributor Perlengkapan Militer. Kami Menyediakan Seragam, Kaos, Sepatu, Topi, dan Lain-lain. Terima Pesanan Partai Besar, Kecil, dan Eceran.

Mari Belanja di Tempat Kami.

Kategori